MUHKAM
DAN MUTASYABIH
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata
kuliah : Ulumul Quran
Dosen
pengampu : Afga Sidiq Rifai,M.Pd.i
Disusun
oleh :
Suprayitno :
16.0401.0002
Ahmad
Imadudin Akmal : 16.0401.0017
Tia
Fakhira Salma : 16.0401.0018
Riki
Ardiansyah : 16.0401.0019
Taufiqurrohman : 16.0401.0021
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAGELANG
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT yang karena anugrah dari-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang "Pengertian Muhkam dan Mutasyabihat"
ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar
kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang
lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat
bagi seluruh alam semesta.
Penulis sangat
bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas pendidikan agama
dengan judul "Pengertian Muhkam dan Mutasyabihat".
Disamping itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu kami selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga makalah
ini selesai.
Demikian yang
dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat serta menginspirasi
para pembaca. Kami juga membutuhkan kritik dan saran dari para pembaca terhadap
makalah ini agar kedepannya bisa diperbaiki.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .....................................................................................................1
Daftar Isi...............................................................................................................2
Bab I. Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Masalah............................................................................3
B.
Rumusan Masalah.....................................................................................3
Bab II. Muhkam dan Mutasyabihat
A.
Pengertian Muhkam
dan Mutasyabih........................................................4
B.
Kriteria yang
termasuk Ayat Muhkam dan Mutasyabih...........................7
C.
Sikap para
ulama terhadap Ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih.............8
D.
Hikmah
keberadaan Ayat-Ayat Mutasyabihat..........................................9
Bab III. Kesimpulan
A.
Kesimpulan..............................................................................................10
Daftar Pustaka......................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Quran selain merupakan wahyu, juga
merupakan bagian kehidupan umat yang dapat membuka hati setiap insan beriman.
Firman-firman Allah tersebut sudah dipandang sebagai kehidupan itu sendiri dan
tidak semata-mata kitab biasa. Layaknya sebuah kehidupan, untuk dapat
memahaminya biasanya diperlukan alat bantu yang tidak sedikit. Pada masa-masa
permulaan turunnya, Al-Qur’an lebih banyak dihafal dan dipahami oleh para
sahabat Nabi SAW, sehingga kemudian tidak ada cara lain bagi para sahabat
kecuali berupaya menulisnya. Apabila tidak dituliskan, maka ayat-ayat yang
bernilai demikian luhur dikhawatirkan akan bercampur dengan hal-hal lain yang
tidak diperlukan. Maka dari itu firman Allah ditulis, bahkan berbentuk sebuah
kitab. Oleh sebab itu, tidak dapat dihindari jika kemudian berkembang ilmu
tentang Al-Qur’an yang tidak lain
tujuannya adalah untuk mempermudah dalam memahaminya. Salah satu ilmu
pengetahuan tentang Al-Qur’an adalah ilmu muhkam dan mutasyabih, biasa
diartikan sebagai ilmu yang menerangkan tentang ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari muhkam dam mutasyabih ?
2. Apa saja kriteria yang
termasuk muhkam dan mutasyabih dalam Al Quran ?
3. Bagaimana sikap para ulama
terhadap ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih?
4. Apa
hikmah yang terkandung dalam ayat- ayat mutasyabih?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Muhkam dan Mutasyabih
Salah satu
persoalan ‘ulumul quran masih diperdebatkan sampai sekarang adalah kategorisasi
muhkam-mutasyabih. Telaah dan perdebatan seputar masalah ini telah
banyak mengisi lembaran khazanah keilmuan islam, terutama menyangkut penafsiran
Al-quran. Perdebatan itu tidak saja melibatkan sarjana-sarjana muslim karena
sarjana-sarjana barat pun ikut mewarnainya.
Di antara
sarjana muslin yang cukup intens membicarakan persoalan muhkam-mutasyabih
adalah ‘Ali bin Hamzah Al-Kisai’(wafat antara tahun 179 H.dan 192 H). Sarjana
muslim yang terkenal sebagai pakar qira’ah ini memiliki karya penting tentang
muhkam-mutasyabih, yaitu kitab Al-Mutasyabihat fi Al-Quran. Karya ini dianggap
penting karena berupaya menghimpun teks-teks Al-Quran yang masuk kedalam
kategori Mutasyabih
Menurut
etimologi (bahasa), muhkam artinya suatu ungkapan yang maksud makna
lahirnya tidak mungkin di ganti atau diubah (ma ahkam Al-murad bib ‘an al tabdil wa at-taghyir).
Adapun mutasyabih adalah ungkapan yang maksud makna lahirnya samar (ma
khafiya bi nafs Al-lafzh).
Adapun
pengertian terminologi (istilah) dari muhkam dan mutasyabih adalah seperti
yang diungkapkan para ulama berikut ini :
1.
Ayat-ayat
muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gamblang, baik melalui
takwil(metafora) ataupun tidak. Sementara itu, ayat-ayat mutasyabih adalah ayat
yang maksudnya hanya dapat diketahui Allah, seperti kedatangan hari
kiamat,keluarnya dajjal, dan huruf-huruf muqaththa’ah. Definisi ini dikemukakan
kelompok Ahlusunnah.
2.
Ayat-ayat
muhkam adalah ayat yang maknanya jelas, sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah
sebaliknya
3.
Ayat-ayat
muhkam adalah ayat yang tidak memunculkan kemungkinan sisi arti lain, sedangkan
ayat-ayat mutasyabih mempunyai kemungkinan sisi arti banyak. Definisi ini
dikemukakan oleh bn ‘Abbas
4.
Ayat-ayat
muhkam adalah ayat yang maknanya dapat dipahami oleh akal, seperti bilangan
rakaat shalat, kekhususan bulan ramadhan untuk pelaksanaan puasa wajib,
sedangkan ayat-ayat mutasyabih sebaliknya. Pendapat ini dikemukakan oleh
Al-Mawardi
5.
Ayat-ayat
muhkam adalah ayat yang dapat berdiri sendiri(dalam pemaknaanya), sedangkan
ayat-ayat mutasyabih bergantung pada ayat lain.
6. Menurut kelompok Ahlussunnah ayat-ayat
muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gamblang, baik
melalui takwil (metafora) ataupun tidak. Sementara itu, ayat-ayat mutasyabih
adalah ayat yang maksudnya hanya dapat
diketahui Allah, seperti saat kedatangan hari kiamat, keluarnya Dajjal, dan
huruf-huruf muqaththa’ah.
7. Menurut
Ibnu Abbas ayat-ayat muhkam adalah ayat yang tidak memunculkan
kemungkinan sisi arti lain, sedangkan ayat-ayat mutasyabih mempunyai
kemungkinan sisi arti banyak.
8. Menurut
Al Mawardi ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maknanya dapat dipahami akal, seperti bilangan
rakaat sholat, kekhususan bulan ramadhan untuk pelaksanaan puasa wajib, sedangkan
ayat-ayat mutasyabih sebaliknya.
9. Menurut Ibnu Abi Hatim yang meriwayatkan dari Ali Bin Abi Thalib
dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat yang
menghapus (nasikh), yangberbicara tentang halal-haram, ketentuan-ketentuan
(hudud), kefardhuan, serta yang harus diimani dan diamalkan. Adapun
ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang dihapus (mansukh), yang berbicara
tentang perumpamaan-perumpamaan (amtsal), sumpah (aqsam), dan
yang harus diimani, tetapi tidak harus diamalkan.
10. Menurut Abdullah bin
Hamid yang meriwayatkan dari Adh-Dhahak bin Al-Muzahim (w.105H) mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam
adalah ayat yang tidak dihapus, sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah
ayat yang dihapus.
11. Menurut Ibnu Abi Hatim mengatakan bahwa Ikrimah (w.105H), Qatadah
bin Di’amah (w.117H) dan lainnya, mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam
adalah ayat yang harus diimani dan diamalkan, sedangkan ayat-ayat mutasyabih
adalah ayat yang harus diimani, tetapi tidak harus diamalkan. (DR. Rosihon
Anwar. M.Ag:121-122)
12. Menurut definisi dari Dr. Amir Aziz yang dinyatakan sebagai
pendapat Ahlus Sunnah, muhkam atau muhkamat adalah ayat yang bisa
dilihat pesannya dengan gamblang atau dengan takwil, karena ayat yang
perlu ditakwil itu memiliki pengertian lebih dari satu kemungkinan. Adapun
mutasyabihat adalah ayat-ayat yang pengertian pastinya hanya dapat
diketahui oleh Allah. (Acep Hermawan, M.Ag.2011:144)
Ulama-ulama
berbeda pendapat dalam mendefinisikan ayat-ayat mutasyabihat (seperti
yang sudah dijelaskan di atas) karena adanya perbedaan dalam memahami kedudukan
lafadz. Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa inti dari muhkam
adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak samar lagi. Ayat-ayat yang masuk
dalam kategori muhkam adalah ayat yang berbentuk nash (kata yang
menunjukkan sesuatu yang dimaksud dengan terang dan tegas, dan memang untuk
makna itu ia disebutkan) dan Zahir (makna lahir). Adapun mutasyabih
adalah ayat-ayat yang maknanya belum jelas. Ayat-ayat yang masuk dalam kategori mutasyabih adalah
ayat yang mujmal (global), muawwal (harus ditakwil), Musykil,
dan Mubham (ambigius). Muhkamat dan mutasyabihat adalah
salah satu topik pembahasan dari ulumul qur’an, seperti firman Allah SWT dalam surah Ali-Imran
ayat : 7, yang artinya :
,“Dialah yang menurunkan
Al-kitab (Al-Quran) kepada
Diantara
(isi)-nya ada ayat-ayat yang muhkamat dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun
orang-orang yang ada di dalam hatinya ada kecondongan kepada kesehatan, maka
mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat darinya karena menimbulkan fitnah
dan untuk mencari-cari takwilnya. Padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya, kecuali
Allah SWT; dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata: ”Kami beriman
kepada-Nya. Semuanya datang dari sisi Tuhan kami” dan tidak dapat mengambil
pelajaran (darinya )kecuali orang-orang yang berakal”.(QS
Ali-Imron[3]:7)
Menurut
ayat di atas, sudah jelas bahwa ada
ayat-ayat Al-Quran yang muhkamat dan mutasyabihat. Atas
dasar itulah para ulama memberi definisi kedua jenis ayat tersebut. Tim
penerjemah/penafsir Al-Qur’an Departemen Agama memberikan catatan terhadap ayat
mutasyabihat sebagai ayat yang mengandung beberapa pengertian dan tidak
dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara
mendalam atau ayat-ayat yang pengertianya hanya Allah yang mengetahui, seperti
ayat-ayat yang berhubungan dengan hal ghaib mengenai hari kiamat, surga, neraka
dan lain-lain. (Acep Hermawan, M.Ag.2011:144)
B. Kriteria yang termasuk
ayat muhkam dan mutasyabih
a. Kriteria ayat Muhkam
Muhkam menyangkut soal hukum-hukum (faraid),
janji, dan ancaman. sedangkan Mutasyabih mengenai kisah-kisah dan
perumpamaan
b. Kriteria ayat Mutasyabih
J.M.S Baljon, mengutip pendapat Zamakhsari
yang berpendapat bahwa termasuk kriteria ayat-ayat Muhkamat adalah
apabila ayat-ayat tersebut berhubungan dengan hakikat (kenyataan). Sedangkan ayat-ayat Mutasyabihat adalah :
·
ayat-ayat yang menuntut penelitian.
·
ayat-ayat yang telah dibatalkan.
·
ayat-ayat yang dipertukarkan antara yang dahulu dan yang
kemudian.
·
ayat-ayat yang berisi beberapa variabel.
·
ayat-ayat yang mengandung sumpah.
·
ayat-ayat yang boleh diimani dan tidak boleh diamalkan.
Sedangkan
menurut Ar-Raghib al-Ashfihani memberikan kreteria ayat-ayat Mutasyabihat
sebagai berikut :
·
ayat atau lafal yang tidak diketahui hakikat maknanya,
seperti tibanya hari Kiamat.
·
ayat-ayat Al-Qur’an yang hanya bisa diketahui maknanya
dengan cara dibantudengan ayat-ayat Muhkamat, hadis-hadis shahih maupun ilmu pengetahuan.
ayat-ayat yang maknanya hanya bisa diketahui
oleh orang-orang yang menguasai ilmunya. Sebagaimana diisyaratkan dalam doa Rasulullah
untuk Ibnu Abbas ; “Ya Allah, karuniailah ia ilmu yang mendalam
mengenai agama dan limpahankanlah pengetahuan tentang ta’wil kepadanya”. (http://www.academia.edu/download/31847537/muhkam-dan-mutasyabih-revisi.doc 30 september 2016 pukul 11.12)
C. Sikap Para Ulama terhadap Ayat-Ayat Muhkam dan Mutasyabih
Sikap para
ulama terhadap ayat-ayat mutasyabih terbagi dalam dua kelompok :
1. Madzhab Salaf, yaitu para ulama yang mempercayai dan mengimani
ayat-ayat mutasyabih dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah (tafwidh
ilallah). Mereka menyucikan Allah dari pengertian-pengertian lahir yang
mustahil bagi Allah dan mengimaninya sebagaimana yang di terangkan di dalam
Al-Qur’an. Diantara ulama yang masuk ke dalam kelompok ini adalah Imam Malik.
2. Madzhab Khalaf, yaitu para ulama yang berpendapat perlunya
menakwilkan ayat-ayat mutasyabih yang menyangkut sifat Allah sehingga
melahirkan arti yang sesuai dengan keluhuran Allah. Mereka umumnya berasal dari
kalangan ulama muta’akhirin. Berbeda dengan ulama salaf yang menyucikan
Allah dari pengertian lahir ayat-ayat mutasyabih seperti ; mengimani
hal-hal ghaib sebagaimana dituturkan Al-Qur’an dan menyerahkan bulat-bulat
pengertian ayat itu kepada Allah, ulama khalaf memberikan penakwilan terhadap
ayat-ayat mutasyabih.
Untuk menengahi
kedua madzhab itu, Ibn Ad-Daqiq Al-‘Id mengatakan bahwa apabila penakwilan yang
dilakukan terhadap ayat-ayat mutasyabih dikenal oleh lisan Arab,
penakwilan itu tidak perlu diingkari. Namun, jika tidak dikenal oleh lisan Arab
kita harus mengambil sikap tawaqquf (tidak membenarkan dan tidak pula
menyalahkan) dan mengimani maknanya sesuai apa yang dimaksud ayat-ayat itu dengan
maksud menyucikan Allah. Namun, apabila arti lahir ayat-ayat itu dapat dipahami
melalui percakapan orang arab, kita tidak perlu mengambil sikap tawaqquf.
Ibnu Qutaibah
(w. 276 H) menentukan dua syarat absahnya sebuah penakwilan. Pertama,
makna yang dipilih sesuai hakikat kebenaran yang diakui oleh mereka yang
memiliki wewenang (ahli dalam bidangnya). Kedua, arti yang dipilih dikenal oleh
bahasa Arab klasik. Syarat yang dikemukakan ini lebih longgar daripada syarat
kelompok Azh-Zhahiriyah yang menyatakan bahwa arti yang dipilih tersebut harus
dikenal secara populer oleh masyarakat Arab pada masa awal. (DR. Rosihon Anwar.
M.Ag:127-129)
D. Hikmah
Keberadaan Ayat-Ayat Mutasyabihat
1. Memperlihatkan kelemahan akal manusia
Akal sedang
dicoba untuk meyakini keberadaan ayat-ayat Mutasyabih sebagaimana Allah
memberi cobaan pada badan untuk beribadah.
Ayat-ayat Mutasyabih
merupakan sarana bagi penundukan akal terhadap Allah karena kesadarannya akan
ketidakmampuan akalnya untuk mengungkap ayat-ayat mutasyabih itu.
2. Teguran bagi orang-orang yang mengotak-atik ayat Mutasyabih
Pada penghujung
surat Ali Imran (3) ayat 7, Allah menyebutkan wa ma yadzdzakkaru illa ulu
Al-albab sebagai sindiran terhadap orang-orang yang mengotak-atik ayat-ayat
mutasyabih. Sebaliknya, Allah memberikan pujian pada orang-orang yang
mendalami ilmunya, yaitu orang-orang yang tidak mengotak-atik ayat-ayat mutasyabih
sehingga mereka berkata rabbana la tuzigh qulubana, karena mereka menyadari keterbatasan akalnya.
3. Memberikan pemahaman kepada manusia melalui pengalaman indrawi
Sebagaimana
dimaklumi bahwa pemahaman diperoleh manusia ketika ia diberi gambaran indrawi
terlebih dahulu. Dalam kasus sifat-sifat Allah, sengaja Allah memberikan
gambaran fisik agar manusia dapat lebih mengenal sifat-sifat-Nya. Bersamaan
dengan itu, Allah menegaskan bahwa diri-Nya tidak sama dengan hamba-Nya dalam
hal kepemilikan anggota badan. (DR. Rosihon Anwar. M.Ag:135)
BAB III
A. KESIMPULAN
1. Ayat-ayat muhkam
adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gamblang, baik melalui takwil
ataupun tidak. Adapun ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang maksudnya
hanya dapat diketahui oleh Allah SWT.
2. Ayat-ayat muhkam
adalah ayat yang maksudnya segera dapat diketahui tanpa perwakilan, sedangkan
ayat-ayat mutasyabih adalah ayat-ayat yang memerlukan perwakilan untuk
mengetahui maksudnya.
3. Sikap para
ulama terhadap ayat-ayat muhkam dan mutasyabih
·
Madzhab salaf
yaitu para ulama yang mempercayai dan mengimani ayat-ayat mutasyabih dan
menyerahkan sepenuhnya kepada Allah (Tafwidh ilallah)
·
Madzhab Khalaf
yaitu para ulama yang berpendapat perlunya menakwilkan ayat-ayat mutasyabih
yang menyangkut sifat Allah sehingga melahirkan arti yang sesuai dengan
keluhuran Allah
4. Hikmah
keberadaan ayat mutasyabih dalam Al-Qur’an
· Memperlihatkan kelemahan akal manusia
· Teguran bagi orang-orang yang mengotak-atik ayat mutasyabih dan
pujian bagi orang-orang yang mendalami ilmunya.
· Memberikan pemahaman kepada manusia melalui pengalaman indrawi yang
biasa disaksikannya
B.
SARAN
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah masih jauh dari kata
sempurna, dikarenakan kami masih dalam tahap belajar dan belum menguasai
pengetahuan secara menyeluruh. Maka kami mengharapkan kritik dan saran dari
prmbaca yang bersifat membangun dan memperbaiki atas isi dari makalah ini agar
kedepanya bisa lebih baik. Dan kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca khususnya kami sebagai penulis.
Daftar Pustaka
Anwar, Rosihon. Ulum Al-Qur’an. Purworejo.
Hermawan,Acep. 2011. Ulumul Qur’an Ilmu Untuk Memahami Wahyu.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset
http://www.academia.edu/download/31847537/muhkam-dan-mutasyabih-revisi.doc 30 september 2016 pukul 11.12