Senin, 02 Januari 2017

muhkam dan mutasyabih



MUHKAM DAN MUTASYABIH


Hasil gambar untuk logo ummgl

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
 Mata kuliah : Ulumul Quran

Dosen pengampu : Afga Sidiq Rifai,M.Pd.i


Disusun oleh :

Suprayitno                               : 16.0401.0002
Ahmad Imadudin Akmal        : 16.0401.0017
Tia Fakhira Salma                   : 16.0401.0018
Riki Ardiansyah                      : 16.0401.0019
Taufiqurrohman                      : 16.0401.0021


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2016




KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugrah dari-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang "Pengertian Muhkam dan Mutasyabihat" ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas pendidikan agama dengan judul "Pengertian Muhkam dan Mutasyabihat". Disamping itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga makalah ini selesai.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat serta menginspirasi para pembaca. Kami juga membutuhkan kritik dan saran dari para pembaca terhadap makalah ini agar kedepannya bisa diperbaiki.


DAFTAR ISI


Kata Pengantar .....................................................................................................1
Daftar Isi...............................................................................................................2
Bab I. Pendahuluan
A.    Latar Belakang Masalah............................................................................3
B.     Rumusan Masalah.....................................................................................3
Bab II. Muhkam dan Mutasyabihat
A.    Pengertian Muhkam dan Mutasyabih........................................................4
B.     Kriteria yang termasuk Ayat Muhkam dan Mutasyabih...........................7
C.     Sikap para ulama terhadap Ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih.............8
D.    Hikmah keberadaan Ayat-Ayat Mutasyabihat..........................................9
Bab III.  Kesimpulan
A.    Kesimpulan..............................................................................................10

Daftar Pustaka......................................................................................................11

                       











BAB   I
PENDAHULUAN



A.     Latar Belakang Masalah
Al-Quran selain merupakan wahyu, juga merupakan bagian kehidupan umat yang dapat membuka hati setiap insan beriman. Firman-firman Allah tersebut sudah dipandang sebagai kehidupan itu sendiri dan tidak semata-mata kitab biasa. Layaknya sebuah kehidupan, untuk dapat memahaminya biasanya diperlukan alat bantu yang tidak sedikit. Pada masa-masa permulaan turunnya, Al-Qur’an lebih banyak dihafal dan dipahami oleh para sahabat Nabi SAW, sehingga kemudian tidak ada cara lain bagi para sahabat kecuali berupaya menulisnya. Apabila tidak dituliskan, maka ayat-ayat yang bernilai demikian luhur dikhawatirkan akan bercampur dengan hal-hal lain yang tidak diperlukan. Maka dari itu firman Allah ditulis, bahkan berbentuk sebuah kitab. Oleh sebab itu, tidak dapat dihindari jika kemudian berkembang ilmu tentang Al-Qur’an yang tidak  lain tujuannya adalah untuk mempermudah dalam memahaminya. Salah satu ilmu pengetahuan tentang Al-Qur’an adalah ilmu muhkam dan mutasyabih, biasa diartikan sebagai ilmu yang menerangkan tentang ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian dari muhkam dam mutasyabih ?
2.   Apa saja kriteria yang termasuk muhkam dan mutasyabih dalam Al Quran ?
3.   Bagaimana sikap para ulama terhadap ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih?
4.   Apa hikmah yang terkandung dalam ayat- ayat mutasyabih?



BAB   II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Muhkam dan Mutasyabih
Salah satu persoalan ‘ulumul quran masih diperdebatkan sampai sekarang adalah kategorisasi muhkam-mutasyabih. Telaah dan perdebatan seputar masalah ini telah banyak mengisi lembaran khazanah keilmuan islam, terutama menyangkut penafsiran Al-quran. Perdebatan itu tidak saja melibatkan sarjana-sarjana muslim karena sarjana-sarjana barat pun ikut mewarnainya.
Di antara sarjana muslin yang cukup intens membicarakan persoalan muhkam-mutasyabih adalah ‘Ali bin Hamzah Al-Kisai’(wafat antara tahun 179 H.dan 192 H). Sarjana muslim yang terkenal sebagai pakar qira’ah ini memiliki karya penting tentang muhkam-mutasyabih, yaitu kitab Al-Mutasyabihat fi Al-Quran. Karya ini dianggap penting karena berupaya menghimpun teks-teks Al-Quran yang masuk kedalam kategori Mutasyabih
Menurut etimologi (bahasa), muhkam artinya suatu ungkapan yang maksud makna lahirnya tidak mungkin di ganti atau diubah (ma ahkam  Al-murad bib ‘an al tabdil wa at-taghyir). Adapun mutasyabih adalah ungkapan yang maksud makna lahirnya samar (ma khafiya bi nafs Al-lafzh).
Adapun pengertian terminologi (istilah) dari muhkam dan mutasyabih adalah seperti yang diungkapkan para ulama berikut ini :
1.         Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gamblang, baik melalui takwil(metafora) ataupun tidak. Sementara itu, ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang maksudnya hanya dapat diketahui Allah, seperti kedatangan hari kiamat,keluarnya dajjal, dan huruf-huruf muqaththa’ah. Definisi ini dikemukakan kelompok Ahlusunnah.
2.         Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maknanya jelas, sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah sebaliknya
3.         Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang tidak memunculkan kemungkinan sisi arti lain, sedangkan ayat-ayat mutasyabih mempunyai kemungkinan sisi arti banyak. Definisi ini dikemukakan oleh bn ‘Abbas
4.         Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maknanya dapat dipahami oleh akal, seperti bilangan rakaat shalat, kekhususan bulan ramadhan untuk pelaksanaan puasa wajib, sedangkan ayat-ayat mutasyabih sebaliknya. Pendapat ini dikemukakan oleh Al-Mawardi
5.         Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang dapat berdiri sendiri(dalam pemaknaanya), sedangkan ayat-ayat mutasyabih bergantung pada ayat lain.
6.   Menurut kelompok Ahlussunnah ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gamblang, baik melalui takwil (metafora) ataupun tidak. Sementara itu, ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang maksudnya  hanya dapat diketahui Allah, seperti saat kedatangan hari kiamat, keluarnya Dajjal, dan huruf-huruf muqaththa’ah.
 7.   Menurut Ibnu Abbas ayat-ayat muhkam adalah ayat yang tidak memunculkan kemungkinan sisi arti lain, sedangkan ayat-ayat mutasyabih mempunyai kemungkinan sisi arti banyak.
 8.   Menurut Al Mawardi ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maknanya      dapat dipahami akal, seperti bilangan rakaat sholat, kekhususan bulan ramadhan untuk pelaksanaan puasa wajib, sedangkan ayat-ayat mutasyabih sebaliknya.
9. Menurut Ibnu Abi Hatim yang meriwayatkan dari Ali Bin Abi Thalib dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat yang menghapus (nasikh), yangberbicara tentang halal-haram, ketentuan-ketentuan (hudud), kefardhuan, serta yang harus diimani dan diamalkan. Adapun ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang dihapus (mansukh), yang berbicara tentang perumpamaan-perumpamaan (amtsal), sumpah (aqsam), dan yang harus diimani, tetapi tidak harus diamalkan.
 10. Menurut Abdullah bin Hamid yang meriwayatkan dari Adh-Dhahak bin Al-Muzahim (w.105H)  mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat yang tidak dihapus, sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang   dihapus.
11. Menurut Ibnu Abi Hatim mengatakan bahwa Ikrimah (w.105H), Qatadah bin Di’amah (w.117H) dan lainnya, mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat yang harus diimani dan diamalkan, sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang harus diimani, tetapi tidak harus diamalkan. (DR. Rosihon Anwar. M.Ag:121-122)
12. Menurut definisi dari Dr. Amir Aziz yang dinyatakan sebagai pendapat Ahlus Sunnah, muhkam atau muhkamat adalah ayat yang bisa dilihat pesannya dengan gamblang atau dengan takwil, karena ayat yang perlu ditakwil itu memiliki pengertian lebih dari satu kemungkinan. Adapun mutasyabihat adalah ayat-ayat yang pengertian pastinya hanya dapat diketahui oleh Allah. (Acep Hermawan, M.Ag.2011:144)
Ulama-ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan ayat-ayat mutasyabihat (seperti yang sudah dijelaskan di atas) karena adanya perbedaan dalam memahami kedudukan lafadz. Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa inti dari muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak samar lagi. Ayat-ayat yang masuk dalam kategori muhkam adalah ayat yang berbentuk nash (kata yang menunjukkan sesuatu yang dimaksud dengan terang dan tegas, dan memang untuk makna itu ia disebutkan) dan Zahir (makna lahir). Adapun mutasyabih adalah ayat-ayat yang maknanya belum jelas. Ayat-ayat yang  masuk dalam kategori mutasyabih adalah ayat yang mujmal (global), muawwal (harus ditakwil), Musykil, dan Mubham (ambigius). Muhkamat dan mutasyabihat adalah salah satu topik pembahasan dari ulumul qur’an,  seperti firman Allah SWT dalam surah Ali-Imran ayat : 7,  yang artinya :




,“Dialah yang menurunkan Al-kitab (Al-Quran)  kepada                                                                                                   
Diantara (isi)-nya ada ayat-ayat yang muhkamat dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang ada di dalam hatinya ada kecondongan kepada kesehatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat darinya karena menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya. Padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya, kecuali Allah SWT; dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata: ”Kami beriman kepada-Nya. Semuanya datang dari sisi Tuhan kami” dan tidak dapat mengambil pelajaran (darinya )kecuali orang-orang yang berakal”.(QS Ali-Imron[3]:7)   
Menurut ayat di atas, sudah jelas bahwa ada  ayat-ayat Al-Quran yang muhkamat dan mutasyabihat. Atas dasar itulah para ulama memberi definisi kedua jenis ayat tersebut. Tim penerjemah/penafsir Al-Qur’an Departemen Agama memberikan catatan terhadap ayat mutasyabihat sebagai ayat yang mengandung beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara mendalam atau ayat-ayat yang pengertianya hanya Allah yang mengetahui, seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan hal ghaib mengenai hari kiamat, surga, neraka dan lain-lain.  (Acep Hermawan, M.Ag.2011:144)
B.  Kriteria yang termasuk ayat muhkam dan mutasyabih
a. Kriteria ayat Muhkam
Muhkam menyangkut soal hukum-hukum (faraid), janji, dan ancaman. sedangkan Mutasyabih mengenai kisah-kisah dan perumpamaan
b. Kriteria ayat Mutasyabih
J.M.S Baljon, mengutip pendapat Zamakhsari yang berpendapat bahwa termasuk kriteria ayat-ayat Muhkamat adalah apabila ayat-ayat tersebut berhubungan dengan hakikat (kenyataan). Sedangkan ayat-ayat Mutasyabihat adalah :
·           ayat-ayat yang menuntut penelitian.
·           ayat-ayat yang telah dibatalkan.
·           ayat-ayat yang dipertukarkan antara yang dahulu dan yang kemudian.
·           ayat-ayat yang berisi beberapa variabel.
·           ayat-ayat yang mengandung sumpah.
·           ayat-ayat yang boleh diimani dan tidak boleh diamalkan.
Sedangkan menurut Ar-Raghib al-Ashfihani memberikan kreteria ayat-ayat Mutasyabihat sebagai berikut :
·           ayat atau lafal yang tidak diketahui hakikat maknanya, seperti tibanya hari Kiamat.
·           ayat-ayat Al-Qur’an yang hanya bisa diketahui maknanya dengan cara dibantudengan ayat-ayat Muhkamat, hadis-hadis shahih maupun ilmu pengetahuan.
ayat-ayat yang maknanya hanya bisa diketahui oleh orang-orang yang menguasai ilmunya. Sebagaimana diisyaratkan dalam doa Rasulullah untuk Ibnu Abbas ; Ya Allah, karuniailah ia ilmu yang mendalam mengenai agama dan limpahankanlah pengetahuan tentang ta’wil kepadanya. (http://www.academia.edu/download/31847537/muhkam-dan-mutasyabih-revisi.doc 30 september 2016 pukul 11.12)

C. Sikap Para Ulama terhadap Ayat-Ayat Muhkam dan Mutasyabih
Sikap para ulama terhadap ayat-ayat mutasyabih terbagi dalam dua kelompok :
1. Madzhab Salaf, yaitu para ulama yang mempercayai dan mengimani ayat-ayat mutasyabih dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah (tafwidh ilallah). Mereka menyucikan Allah dari pengertian-pengertian lahir yang mustahil bagi Allah dan mengimaninya sebagaimana yang di terangkan di dalam Al-Qur’an. Diantara ulama yang masuk ke dalam kelompok ini adalah Imam Malik.
2. Madzhab Khalaf, yaitu para ulama yang berpendapat perlunya menakwilkan ayat-ayat mutasyabih yang menyangkut sifat Allah sehingga melahirkan arti yang sesuai dengan keluhuran Allah. Mereka umumnya berasal dari kalangan ulama muta’akhirin. Berbeda dengan ulama salaf yang menyucikan Allah dari pengertian lahir ayat-ayat mutasyabih seperti ; mengimani hal-hal ghaib sebagaimana dituturkan Al-Qur’an dan menyerahkan bulat-bulat pengertian ayat itu kepada Allah, ulama khalaf memberikan penakwilan terhadap ayat-ayat mutasyabih.
Untuk menengahi kedua madzhab itu, Ibn Ad-Daqiq Al-‘Id mengatakan bahwa apabila penakwilan yang dilakukan terhadap ayat-ayat mutasyabih dikenal oleh lisan Arab, penakwilan itu tidak perlu diingkari. Namun, jika tidak dikenal oleh lisan Arab kita harus mengambil sikap tawaqquf (tidak membenarkan dan tidak pula menyalahkan) dan mengimani maknanya sesuai apa yang dimaksud ayat-ayat itu dengan maksud menyucikan Allah. Namun, apabila arti lahir ayat-ayat itu dapat dipahami melalui percakapan orang arab, kita tidak perlu mengambil sikap tawaqquf.
Ibnu Qutaibah (w. 276 H) menentukan dua syarat absahnya sebuah penakwilan. Pertama, makna yang dipilih sesuai hakikat kebenaran yang diakui oleh mereka yang memiliki wewenang (ahli dalam bidangnya). Kedua, arti yang dipilih dikenal oleh bahasa Arab klasik. Syarat yang dikemukakan ini lebih longgar daripada syarat kelompok Azh-Zhahiriyah yang menyatakan bahwa arti yang dipilih tersebut harus dikenal secara populer oleh masyarakat Arab pada masa awal.               (DR. Rosihon Anwar. M.Ag:127-129)
D. Hikmah Keberadaan Ayat-Ayat Mutasyabihat
1. Memperlihatkan kelemahan akal manusia
Akal sedang dicoba untuk meyakini keberadaan ayat-ayat Mutasyabih sebagaimana Allah memberi cobaan pada badan untuk beribadah.
Ayat-ayat Mutasyabih merupakan sarana bagi penundukan akal terhadap Allah karena kesadarannya akan ketidakmampuan akalnya untuk mengungkap ayat-ayat mutasyabih itu.

2. Teguran bagi orang-orang yang mengotak-atik ayat Mutasyabih
Pada penghujung surat Ali Imran (3) ayat 7, Allah menyebutkan wa ma yadzdzakkaru illa ulu Al-albab sebagai sindiran terhadap orang-orang yang mengotak-atik ayat-ayat mutasyabih. Sebaliknya, Allah memberikan pujian pada orang-orang yang mendalami ilmunya, yaitu orang-orang yang tidak mengotak-atik ayat-ayat mutasyabih sehingga mereka berkata rabbana la tuzigh qulubana,  karena mereka menyadari keterbatasan akalnya.
3. Memberikan pemahaman kepada manusia melalui pengalaman indrawi
Sebagaimana dimaklumi bahwa pemahaman diperoleh manusia ketika ia diberi gambaran indrawi terlebih dahulu. Dalam kasus sifat-sifat Allah, sengaja Allah memberikan gambaran fisik agar manusia dapat lebih mengenal sifat-sifat-Nya. Bersamaan dengan itu, Allah menegaskan bahwa diri-Nya tidak sama dengan hamba-Nya dalam hal kepemilikan anggota badan. (DR. Rosihon Anwar. M.Ag:135)


BAB  III
A. KESIMPULAN
1. Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gamblang, baik melalui takwil ataupun tidak. Adapun ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang maksudnya hanya dapat diketahui oleh Allah SWT.
2. Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya segera dapat diketahui tanpa perwakilan, sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat-ayat yang memerlukan perwakilan untuk mengetahui maksudnya.
3. Sikap para ulama terhadap ayat-ayat muhkam dan mutasyabih
·      Madzhab salaf yaitu para ulama yang mempercayai dan mengimani ayat-ayat mutasyabih dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah (Tafwidh ilallah)
·      Madzhab Khalaf yaitu para ulama yang berpendapat perlunya menakwilkan ayat-ayat mutasyabih yang menyangkut sifat Allah sehingga melahirkan arti yang sesuai dengan keluhuran Allah
4. Hikmah keberadaan ayat mutasyabih dalam Al-Qur’an
·      Memperlihatkan kelemahan akal manusia
·      Teguran bagi orang-orang yang mengotak-atik ayat mutasyabih dan pujian bagi orang-orang yang mendalami ilmunya.
·      Memberikan pemahaman kepada manusia melalui pengalaman indrawi yang biasa disaksikannya


B.     SARAN
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah masih jauh dari kata sempurna, dikarenakan kami masih dalam tahap belajar dan belum menguasai pengetahuan secara menyeluruh. Maka kami mengharapkan kritik dan saran dari prmbaca yang bersifat membangun dan memperbaiki atas isi dari makalah ini agar kedepanya bisa lebih baik. Dan kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca khususnya kami sebagai penulis.

Daftar Pustaka
Anwar, Rosihon. Ulum Al-Qur’an. Purworejo.
Hermawan,Acep. 2011. Ulumul Qur’an Ilmu Untuk Memahami Wahyu. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset